Jangan Biarkan Kesempatan Hilang...segera Gabung di Bisnis Online yang Akan Booming ..Klik : www.superbambang.co.cc
Pengharapan itu sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita yang telah dilabuhkan sampai kebelakang tabir.
- Terus mengharapkan yang terbaik, maka kita akan menghasilkan yang terbaik.
- Jangan bersungut-sungut tetapi mengucap syukurlah senantiasa.

Rabu, 27 Mei 2009

Ekonomi Kerakyatan




Kalimat diatas saat ini sangat ngetrend dalam pembicaraan sehari-hari, baik di pasar, di jalan, di angkutan, di mall-mal dan sangat sering di jumpai di topik-topik pembicaraan dan diskusi di Televisi-Televisi di Indonesia, Bahkan sudah merambah ke bisnis komersial berbau iklan Ekonomi Kerakyatan.
Sudahkah kita paham betul arti dan makna Ekonomi Kerakyatan, atau kita hanya ikut-ikutan trend saat ini menjelang Pemilu Presiden dengan memunculkan Jargon Ekonomi Kerakyatan,sedangkan kita tidak tahu benar makna dari sebuah kalimat Ekonomi Kerakyatan.
Saya sekedar mengartikan Ekonomi Kerakyatan dengan kata dan kalimat yang keluar dari hati nurani saya, melihat saat ini kondisi Bangsa Indonesia, Kalau kita Berbicara tentang Bangsa Indonesia adalah sama dengan Rakyat Indonesia yang meliputi berbagai Golongan, berbagai Ras, berbagai Suku, dari ujung Pulau Sabang yang membentang ke Ujung Merauke yang menjadi tolak ukur bagaimana kita memahami, merencanakan dan mengimplementasikan tentan Ekonomi Kerakyatan.
Banyak orang kalau kita pantau saat ini menjadikan hanya sebagian bahkan mungkin hanya sepertiga daerah yang menjadi tolak ukur Ekonomi Kerakyatan, tidak ada pemerataan,bahkan juga rakyat yang mereka maksud bukan bener-bener rakyat yang sangat membutuhkan bantuan dalam kehidupannya melainkan Rakyat yang telah bergelimpangan hartanya dan kehidupannya, apa itu yang kita cari dan maksudkan ?
Atau dalam istilahnya kita bingung dan tidak tahu mengkategorikan kata “ Rakyat “ itu rakyat yang mana, banyak element-element rakyat ada yang berdasi, ada tukang ojek, ada direktur-direktur utama, ada wakil rakyat, ada petani, pemulung dsb…ada juga tempatnya di kawasan/daerah elit, ada di kolong jembatan, nah kita mu pilih yang mana istilah Rakyat.
Apa yang kita banggakan dengan slogan Ekonomi Kerakyatan yang dari awal reformasi kita perjuangkan dan sampai sekarang masih saja kita yang mengklaim juga sebagai rakyat belum sepenuhnya merasakan dampak Ekonomi Kerakyatan, bahkan nantinyapun belom tentu yang saat ini sering manggaungkan slogan Ekonomi Kerakyatan akan berani dan komitmen untuk meratakan, menyeluruhkan ke seluruh penjuru NKRI untuk Ekomomi Kerakyatan.
Ekonomi Kerakyatan bukan untuk segelintir orang-orang di Pusat, Ekonomi Kerakyatan bukan untuk memperkaya diri sendiri, Ekonomii Kerakyatan bukan daerah tertentu saja yang di bangun yang di kembangkan, Ekonomi Kerakyatan bukan hanya membantu saudara, temen dekat, relasi tapi kepada semua lapisan masyarakat Indonesia.
Banyak rakyat menderita karena ikut larut dalam slogan Ekonomi Kerakyatan tapi nantinya hanya gigit jari, apa itu yang kita inginkan, setelah 350 tahun dijajah sampai sekarang bahkan nanti belum tahu kapan waktunya tidak ada kata merdeka bagi rakyat kalau semua mengatasnamakan rakyat tapi hasilnya bukan untuk rakyat dalam hal ini rakyat yang sesungguhnya.
Catatan kehidupan rakyat bisa kita tengok langsung bagaimana saat ini Televisi-televisi menayangkan banyak acara Reality Show yang sebagian menggambarkan kondisi rakyat, Reality Show “Tukar Nasib”, “Bedah Rumah”, “Seandainya aku Jadi”, “Realigi”, “Uang Kaget”,”Bayar Lunas” dsb, semua program Televisi itu menggambarkan sebagian kondisi yang dialami Rakyat Indonesia, Produser Program itu menyadari, melihat kondisi Rakyat saat ini yang masih banyak membutuhkan bantuan dan secara tidak langsung memberikan informasi kepada pemerintah akan kondisi realitas Ekonomi di Negeri tercinta ini “ Indonesia “
Untuk itu yang terpenting saat ini bukan debat kusir, bukan memilih mana yang benar atau mana yang salah,saatnya sekarang mengerti, menyadari kita sebagai bagian dari rakyat tidak jauh-jauh kita melihat, kita lihat sekitar lingkungan kita, tetangga kita, teman kita, saudara-saudara kita kita bersatu membangun Negeri ini agar ekonomi maju rakyat yang sesungguhnya menikmati hasil kekayaan Bumi Nusantara ini dengan senang.
Jangan sampai Negeri yang elok dan permai ini mengalami kehancuran, mari semua kita menghimbau bagi mereka pasangan-pasangan yang akan melanjutkan pertandingan, Bel tanda pertandingan akan dimulai, dengan damai dan satu tujuan untuk memperbaiki Taraf Hidup Rakyat Indoesia yang sesungguhnya dengan menggabungkan ketiga slogan mereka “ LEBIH CEPAT LEBIH BAIK kita meLANJUTKAN program pendahulu kita dengan EKONOMI KERAKYATAN untuk rakyat kita sesungguhnya.
MERDEKA

Dipersembahkan untuk “IMAN-Indonesia Mandiri” menjadikan Indonesia menjadi Indonesia Sejati

Alumni

Majalah mingguan Tempo edisi 20 Mei 2007 telah menyajikan hasil survei tentang peringkat perguruan tinggi di Indonesia. Yang disurvei majalah tersebut adalah kalangan industri/kalangan dunia kerja. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana persepsi mereka terhadap kualitas karyawan (manajemen dan non-manajemen) di tempat kerjanya yang berasal dari alumni beberapa PTN/PTS yang disurvei. Survei yang dilakukan selama Desember 2006 - Januari 2007, sampai pada kesimpulan urutan kualitas alumni yang terbaik adalah dari UI, ITB, UGM, IPB, ITS,UNAIR, Trisakti, UNPAD, Atmajaya, dan UNDIP. Dunia kerja berpendapat bahwa alumni 10 perguruan tinggi itu memiliki karakter sebagai berikut:
• Mau bekerja keras;
• Kepercayaan diri tinggi;
• Mempunyai Visi kedepan;
• Bisa bekerja dalam Tim;
• Memiliki kepercayaan matang;
• Mampu berpikir analitis;
• Mudah beradaptasi;
• Mampu bekerja dalam tekanan;
• Cakap berbahasa Inggris; dan
• Mampu mengorganisasi pekerjaan.
Selain tentang keunggulan karakter para alumni 10 perguruan tinggi itu, dunia kerja mengetengahkan enam tips bagaimana para alumni hendaknya memiliki mutu sesuai yang diharapkan pasar kerja, (berdasarkan urutannya) yakni ;
• Aktif berorganisasi;
• Mengasah bahasa Inggris;
• Tekun belajar;
• Mengikuti perkembangan informasi;
• Memiliki pergaulan luas; dan
• Mempelajari aplikasi komputer.
Ketika dilakukan prekrutan dan penyeleksian karyawan baru yang berasal dari perguruan tinggi, dunia kerja akan memprioritaskan para alumni yang memenuhi delapan syarat (berdasarkan urutan) yakni:
• Indek prestasi komulatif;
• Kemampuan bahasa Inggris;
• Kesesuaian program studi dengan posisi kerja;
• Nama besar Perguruan Tinggi;
• Pengalaman kerja/magang;
• Kemampuan aplikasi komputer;
• Pengalaman organisasi; dan
• Rekomendasi.
Apa hubungan hasil survei di atas dengan topik artikel ini? Adakah hubungan kecerdasan berbasis IQ (intelligence quotient) dan E-SQ (emotional dan spiritual quotient) alumni perguruan tinggi dengan keberhasilannya di dunia kerja? Kalau dilihat dari sisi urutan kualitas alumni yang sedang bekerja maka tampak mereka yang berhasil di dunia kerja adalah yang menguasai EQ (urutan 1-5 dan 7-10). Karena itu wajarlah dunia kerja menyarankan kalau para alumni mau bekerja sebaiknya menguasai EQ sesuai dengan tips yang telah disarankan di atas. Namun bagaimana dengan persyaratan yang harus dipenuhi para alumni ketika sedang melamar? Tak satu pun persyaratan tertulis dari dunia kerja yang menekankan EQ menjadi unsur pertimbangan yang utama. Dalam hal ini justru IQ yang pertama yang dipertimbangkan dunia kerja. Baru kemudian kemampuan berkomunikasi bahasa Inggris, latar belakang program studi dan nama besar perguruan tinggi menjadi pertimbangan.
Pentingnya syarat IQ dan pengalaman kerja yang perlu dipenuhi oleh pelamar juga didukung oleh data yang saya kumpulkan dari iklan lowongan kerja yang ada di salah satu koran nasional edisi hari ini. Dari sampel survei kecil ini, tercatat lebih dari 100 lowongan kerja yang disediakan, dunia kerja menempatkan IQ dan pengalaman kerja menjadi syarat yang utama. Pertanyaannya apakah dengan demikian EQ tidak diperlukan ketika alumni perguruan tinggi akan memasuki dunia kerja? Tidak juga karena ketika terjadi penyeleksian, para pelamar umumnya dites baik dalam sisi akademik, pengetahuan umum, kepribadian, maupun tes minat. Setidak-tidaknya dengan menilai prestasi akademik alumni. Untuk melengkapi proses penyeleksian maka disamping tes-tes tersebut para pelamar juga diwawancarai terutama yang menyangkut aspek-aspek pengetahuan umum, kepribadian dan minat.
Yang menarik dari penyeleksian karyawan baru khususnya yang berasal dan kalangan perguruan tinggi adalah tidak ditempatkannya sama sekali persyaratan unsur EQ lebih-lebih dalam hal SQ. Barangkali karena dalam prakteknya belum ditemukan instrumen yang jelas untuk mengukur indikator dan bobot masing-masing elemen kedua quotient tersebut. Ini diperkirakan karena karena EQ dan SQ itu bersifat kualitatif. Misalnya mereka yang menguasai EQ adalah seseorang yang menurut Daniel Goleman. mempunyai empat elemen utama yakni kesadaran tentang diri sendiri (self awareness), pengelolaan diri sendiri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan kecakapan sosial atau bermasyarakat (social skills).
Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman (1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau yang popular dengan sebutan “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakan oleh emosi. Contoh keseharian dalam hal EQ adalah kemampuan berpikir positif terhadap orang lain, empati, bertanggung jawab, berinteraksi sosial, mudah menahan emosi marah dan kebencian atau pengendalian diri, kerjasama, kecakapan sosial, semangat dan motivasi, dan menghargai orang lain.
Sementara itu SQ berperan dalam melengkapi IQ dan EQ yang dimiliki seseorang. Dengan SQ seseorang dapat mengefektifkan IQ dan EQ yang dimilikinya dengan rambu-rambu sistem nilai agama dan kemanusiaan. Karena itu dia mampu memaknai hidup dan kehidupan dalam konteks yang lebih luas. Misalnya keseimbangan hidup untuk dunia dan untuk akhirat. Menghargai sesama rekan kerja sebagai mahluk Tuhan. Dengan kata lain tidak berperilaku sombong dan sebaliknya selalu rendah hati. Orang seperti ini juga pandai bersyukur atas karunia Tuhan. Dan takut kepada-Nya kalau akan berbuat buruk.
Apa implikasi penguasaan IQ, E-SQ dalam dunia pekerjaan? Sudah banyak referensi yang mengatakan bahwa IQ tidak akan berarti apa-apa ketika EQ dan SQ terbaikan. Lembaga di Amerika Serikat yang diberi nama Emotion Quotient Inventory (EQI ) telah mengumpulkan data-data orang-orang yang sukses. Hasilnya menunjukkan bahwa peran IQ terhadap keberhasilan seseorang yang sukses rata-rata hanya 6 % sampai 20 % saja. Selebihnya karena peran EQ dan SQ. Dari informasi seperti itu apakah dengan demikian ketika perusahaan akan membuka peluang atau lowongan kerja kepada khlayak tidak diperlukan persyaratan IQ tinggi? Tidak seperti itu. IQ tetap sangat penting dan ia merupakan pintu awal kesuksesan seseorang dalam dunia kerja.
Disadari bahwa selama ini perguruan tinggi tidak secara formal memasukkan E-SQ dalam kurikulum. Karena itu selain kebutuhan akan IQ maka perusahaan perlu melakukan proses pembelajaran E-SQ secara intensif ketika sudah menerima karyawan baru. Bentuknya antara lain bisa berupa sosialisasi, pelatihan-pelatihan, dan seminar-seminar motivasi berprestasi, pengendalian diri, kepemimpinan, komunikasi, kepribadian, kesadaran diri, kecakapan sosial, keagamaan, soft skills, dsb. Disamping itu akan lebih baik lagi perusahaan menanamkan dan mengembangkan budaya korporat, kedisiplinan, etos kerja keras, kerjasama, dan kekeluargaan.

Kemampuan Mengangkat

Saya pernah ditanya oleh seseorang tentang kemampuan manusia mengangkat. Tentu yang dimaksud adalah mengangkat secara manual. Juga saya pernah baca tentang hal ini di modul pelatihan terbitan Depnaker. Dilarang mengangkat beban secara manual di atas 50 kg.

Dalam prakteknya, entah ini kemampuan yang luar biasa atau bukan. Ayah saya yang dulu pedagang beras dan mempunyai beberapa anak buah spesialis mengangkat dan menurunkan karung beras yang berisi kurang lebih 100kg. Mereka mampu. Dan dapat dipastikan bahwa ayah saya tidak tau soal angkat mengangkat secara terori ini. Apalagi saya waktu itu masih sepantaran abg yang baru mekar, mungkin kelas 5 sekolah dasar (saya lupa-lupa ingat tahunnya).

Saya pun pernah membaca tentang kemampuan manusia Indonesia mengangkat yang didapat dari percobaan. Namun tidak selengkap apa yang akan saya sertakan di dalam tulisan ini. Daftar tersebut bisa menjadi acuan. Dan logis bahwa kemampuan mengangkat secara rata-rata dari seorang lelaki jauh lebih besar ketimbang seorang perempuan. Kalau pun ada yang kekuatannya melebihi lelaki itu urusan lain – dan simpulkan sendiri setelah melihat tabel yang di bawah ini.

Mari kita simak data-data dari tabel yang mencantumkan kemampuan manusia mengangkat beban secara manual. Ini tentu data rata-rata yang diperoleh. Terserah kita merujuk ke standar yang mana.

Syarat ergonomi minimal operator VDU dan Mikoroskop

Monitor (visual display unit)
> Posisi tempat duduk dengan meja kerja memenuhi standard ergonomic
>Tinggi meja dan kursi adjustable sehingga dapat membentuk sudut siku 90 derjat saat bekerja
 Penopang punggung
 Monitor dapat diatur sesuai sudut atau posisi
 Sudut mata dgn Monitor harus 10 – 20 derajat
 Jarak mata dengan monitor 45 – 60 Cm
 Istirahat min 15 menit setelah bekerja 2 jam,
 Istirahat yang pendek lebih bermanfaat dari pada istirahat panjang yang panjang.
 Gunakan waktu istirahat ini untuk berdiri, latihan stretching ringan dan memanfaatkan mata untuk melihat yang jauh
 VDU Screen untuk mengurangi radiasi
 Pemeriksaan tajam penglihatan berkala minimal setahun sekali
 Segera koreksi kaca mata bagi yang memiliki penglihatan jelek

Mikroskop
 Posisi tempat duduk dengan meja kerja memenuhi standard ergonomic
 Istirahat 5- 10 menit setiap 1 jam
 Tabung penglihatan harus dapat diatur sesuai jarak mata dan membentuk sudut 30 – 45 derjat dibawah garis horizontal.
 Penglihatan binocular dapat diatur terfokus dengan nyaman
 Leher dan kepala harus membengkok seminimal mungkin, tidak lebih dari 10 – 15 derajat
 Digital video dan computer monitor atau telvisi dapat digunakan untuk mengganti tabung penlihatan
 Mennggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan cahaya yang dapat diatur terangnya sehingga tidak menimbulkan silau atau redup
 Pemeriksaan tajam penglihatan berkala minimal setahun sekali
 Segera koreksi kaca mata bagi yang memiliki penglihatan jelek

For the vast majority of jobs, however, it is the individual workers who are primarily affected, suffering discomfort, injuries, or outright disabilities, classified as work-related musculoskeletal disorders (MSDs or WMSDs). MSDs are medical conditions affecting the muscles, nerves, tendons, ligaments, joints, cartilage, and/or spinal discs. MSDs are referred to by a number of names (and acronyms). The terminology includes Repetitive Strain Injuries and Repetitive Stress Injuries (RSIs), Cumulative Trauma Disorders (CTDs), and Overuse Syndrome, although these are umbrella terms and don't refer to any MSD in particular. Some examples of specific MSDs are carpal tunnel syndrome, tendonitis, ganglion cysts, and lower back pain. General warning signs of MSDs are fatigue, stiffness, persistent burning or aching, reduced coordination, and a loss of grip strength in the hands.
Numerous studies have established the following ergonomic risk factors as most likely to cause or contribute to an MSD: force, repetition, awkward postures, static postures, vibration, contact stress, and cold temperatures. Of these risk factors, force (i.e., forceful exertions), repetition, and awkward postures are most often associated with the occurrence of serious MSDs

Reference:
ILO. Ergonomic Check Points,Geneva 2001
Ladou Joseph, Occupational Medicine,1999
Gassert Thomas, Health Hazards in Elecdtronics, 1985
Kathleen E. Carr and Michael W. Davidson - National High Magnetic Field Laboratory, 1800 East Paul Dirac Dr., The Florida State University, Tallahassee, Florida, 32310.